Selasa, 16 April 2013

OIC ( Organisasi of The Islamic Conference )


OIC (Organitation of The Islamic Conference) atau yang biasa disebut OKI (Organisasi Konferensi Islam) adalah sebuah organisasi Islam internasional yang pada awal berdirinya berkecimpung di bidang hukum. Akan tetapi saat ini OKI telah merambah ke masalah Islam lainnya seperti ekonomi, sosial, dan budaya.
Sejarah kelahiran OKI diawali ketika Israel berhasil mengalahkan Mesir, Yordania, dan Suriah dalam Perang Arab-Israel tahun 1967. Negara Yahudi ini mencaplok wilayah negara-negara Islam bahkan Yerusslem jatuh ke tangannya. Yang lebih menyedihkan bagi umat Islam adalah Masjidil Aqsha sebagai tempat suci umat Islam ketiga juga dirampas. Dalam situasi yang genting ini, ulama besar dari Palestina Syeikh Amin Al-Husaini dan Raja Faisal menyerukan perlunya negara-negara Islam bersatu. Dan seruan ini pun mendapat dukungan dari negara-negara Arab.
Semangat tersebut kian menggelora setelah Israel membakar sebagian bangunan Masjidil Aqsha pada 21 Agustus 1969. Tindakan yang telah menyulutkan kemarahan umat Islam tersebut membuat Raja Hasan dari Maroko menyeru kepada seluruh umat Islam untuk menuntut Israel atas penodaan tersebut.
Seruan tersebut mendapat sambutan dari para menteri luar negeri yang merupakan anggota Liga Arab. Para menteri tersebut selanjutnya menggelar pertemuan darurat pada 22-26 Agustus 1969. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah keputusan untuk menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam. Pada 22-25 September 1969, untuk pertama kalinya, negara-negara Islam menggelar KTT bersama. OKI (Organisasi Konferensi Islam) adalah buah dari konferensi ini yang dilaksakan di Rabat, Maroko.
Jika pada awal berdirinya OKI hanya digagas 28 negara, kini jumplah anggotanya telah mencapai 57 negara di seluruh dunia. Organisasi ini merupakan suatu kolektif dunia Islam yang bertujuan untuk menjaga dan kepentingan dunia Islam. Para menlu negara-negara anggota OKI telah memutuskan Jeddah, Arab Saudi, sebagai basis atau pusat organisasi itu. Di kota itulah berdiri kantor sekretariat OKI yang dipimpin oleh sekretaris jendral.
Keanggotaan Indonesia dalam organisasi ini tergolong unik. Pada tahun pertama di OKI, Indonesia menjadi sorotan, baik di dalam OKI maupun di Indonesia sendiri. Secara konstitusional, Indonesia bukanlah negara Islam, maka tidak diperkenankan menandatangani piagam. Akan tetapi, Indonesia telah ikut serta sejak awal dan menjadi salah satu negara pertama yang ikut serta dalam setiap kegiatan OKI.
Maka, posisi Indonesia disebut sebagai “partisipan aktif”. Status, hak, dan kewajiban Indonesia sama seperti negara anggota lainnya. Pada KKT tahun 1972 Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut menandatangani Piagam OKI.
Keterlibatan Indonesia di OKI merupakan kesempatan yang baik untuk pengembangan ekonomi dan perdagangan. Hal ini berkaitan dengan kepentingan pembangunan di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor nonmigas.
Di satu sisi, peranan Indonesia dinilai sangat positif oleh negara anggota lainnya. Indonesia banyak menjembatani pertentangan antara kelompok progresif revolusioner dengan kelompok konservatif. Hal ini disebabkan karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif yang tidak memihak kepada siapapun termasuk bangsa Arab.
Sebagai peserta, Indonesia berperan aktif dalam OKI, baik dalam kegiatan maupun sumbangan. Indonesia juga membina kerja sama di berbagai bidang dengan negara anggota.

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-relations/2179960-oki-sejarah-dan-hubungannya-dengan/#ixzz2OjD5CXV6

0 komentar:

Posting Komentar

Saya harap Saudara/i berkomentar dengan sopan..
Thank...